Corporate Social Responsibilty (CSR)

Konsep CSR (Corporate Social Responsibilty) sudah ada sejak kerajaan Babilonia di Yunani hingga dalam sejarah modern semakin dikenal sejak Howard R. Bowen menerbitkan bukunya berjudul Social Responsibilities of The Businessman pada era 1950-1960 di Amerika Serikat. Pengakuan publik terhadap prinsip-prinsip tanggung jawab sosial yang beliau kemukakan membuat dirinya dinobatkan secara aklamasi sebagai Bapak CSR. Bahkan dalam dekade 1960-an, pemikiran Howard terus dikembangkan oleh berbagai ahli sosiologi bisnis lainnya seperti Keith Davis yang memperkenalkan konsep Iron Law of Social Responsibility. Menurut Suhandari M. Putri CSR adalah, ”Komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan”. 

CSR menurut Merrick Dodd menyatakan, bahwa CSR adalah “suatu pengertian terhadap para buruh, konsumen dan masyarakat pada umumnya dihormati sebagai sikap yang pantas untuk diadopsi oleh pelaku bisnis….”. Saleem Sheikh menjelaskan bahwa “CSR merupakan tanggung jawab perusahaan, apakah bersifat sukarela atau berdasarkan undang-undang, dalam pelaksanaan kewajiban sosial-ekonomi di masyarakat”. Salem Sheikh mengamati bahwa CSR meliputi 2 (dua) hal yang utama dalam corporate philanthropy(filantropi korporasi), yang Pertama, perusahaan melakukan peranan jasa sosial, Kedua, melaksanakan trusteeship principle(prinsip perwalian), dimana direksi bertindak sebagai wali bagi pemegang saham, kreditur, buruh, konsumen dan komunitas yang lebih luas.

Definisi CSR secara etimologis di Indonesia kerap diterjemahkan sebagai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). Namun setelah tanggal 16 Agustus 2007, CSR di Indonesia telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menggantikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang selanjutnya disingkat UUPT bahwa CSR yang dikenal dalam undang-undang ini sebagaimana yang termuat dalam Pasal 1 Ayat 3 yang berbunyi, “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.”

Di tengah persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang dialami Indonesia, pemerintah harus berperan sebagai koordinator penanganan krisis melalui CSR (Corporate Social Responsibilty). Pemerintah bisa menetapkan bidang-bidang penanganan yang menjadi fokus, dengan masukan pihak yang kompeten. Setelah itu, pemerintah memfasilitasi, mendukung, dan memberi penghargaan pada kalangan bisnis yang mau terlibat dalam upaya besar ini. Pemerintah juga dapat mengawasi proses interaksi antara pelaku bisnis dan kelompok-kelompok lain agar terjadi proses interaksi yang lebih adil dan menghindarkan proses manipulasi atau pengancaman satu pihak terhadap yang lain.
·         Meningkatkan Citra Perusahaan
Dengan melakukan kegiatan CSR, konsumen dapat lebih mengenal perusahaan sebagai perusahaan yang selalu melakukan kegiatan yang baik bagi masyarakat.
·         Memperkuat “Brand” Perusahaan
Melalui kegiatan memberikan product knowledge kepada konsumen dengan cara membagikan produk secara gratis, dapat menimbulkan kesadaran konsumen akan keberadaan produk perusahaan sehingga dapat meningkatkan posisi brand perusahaan
·         Mengembangkan Kerja Sama dengan Para Pemangku Kepentingan
Dalam melaksanakan kegiatan CSR, perusahaan tentunya tidak mampu mengerjakan sendiri, jadi harus dibantu dengan para pemangku kepentingan, seperti pemerintah daerah, masyarakat, dan universitas lokal. Maka perusahaan dapat membuka relasi yang baik dengan para pemangku kepentingan tersebut.
·         Membedakan Perusahaan dengan Pesaingnya
Jika CSR dilakukan sendiri oleh perusahaan, perusahaan mempunyai kesempatan menonjolkan keunggulan komparatifnya sehingga dapat membedakannya dengan pesaing yang menawarkan produk atau jasa yang sama.
·         Menghasilkan Inovasi dan Pembelajaran untuk Meningkatkan Pengaruh Perusahaan
Memilih kegiatan CSR yang sesuai dengan kegiatan utama perusahaan memerlukan kreativitas. Merencanakan CSR secara konsisten dan berkala dapat memicu inovasi dalam perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan peran dan posisi perusahaan dalam bisnis global.
·         Membuka Akses untuk Investasi dan Pembiayaan bagi Perusahaan 
Para investor saat ini sudah mempunyai kesadaran akan pentingnya berinvestasi pada perusahaan yang telah melakukan CSR. Demikian juga penyedia dana, seperti perbankan, lebih memprioritaskan pemberian bantuan dana pada perusahaan yang melakukan CSR.
·         Meningkatkan Harga Saham
Pada akhirnya jika perusahaan rutin melakukan CSR yang sesuai dengan bisnis utamanya dan melakukannya dengan konsisten dan rutin, masyarakat bisnis (investor, kreditur,dll), pemerintah, akademisi, maupun konsumen akan makin mengenal perusahaan. Maka permintaan terhadap saham perusahaan akan naik dan otomatis harga saham perusahaan juga akan meningkat.
Salah satu perusahaan yang menerapkan program CSR adalah PT Nestle. Nestlé Indonesia Creating Shared Value Forum 2011 menyediakan suatu kesempatan berwacana bagi para pemangku kepentingan termasuk pemimpin sektor swasta, pemerintah dan organisasi nonpemerintah, akademisi dan mahasiswa untuk berbagi pemikiran, pandangan dan gagasan tentang bagaimana memperkuat kemitraan dalam bidang gizi dan pembangunan pedesaan berkelanjutan.
Saat ini, Penciptaan Manfaat Bersama dilihat sebagai model yang menantang bagi bisnis untuk memaksimalkan kegiatan utama dan kemitraan mereka demi kepentingan bersama masyarakat dan para pemegang saham.
Creating Shared Value/Menciptakan Manfaat Bersama (CSV) merupakan bagian strategi bisnis Nestlé. Kami yakin bahwa untuk mencapai kesuksesan perusahaan dalam jangka panjang serta menciptakan manfaat bagi para pemegang sahamnya, perusahaan harus menciptakan manfaat untuk masyarakat.
Pada 14 Juni 2011 di Jakarta lebih dari 200 perwakilan bisnis, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan akademisi menghadiri Forum Creating Shared Value (CSV) (Menciptakan Manfaat Bersama) Nestlé Indonesia Forum 2011 yang bertemakan "Memperkuat Kemitraan untuk Gizi dan Pembangunan Pedesaaan Yang Berkelanjutan", dengan tujuan untuk berbagi pemikiran, pandangan dan gagasan tentang bagaimana memperkuat kemitraan di antara berbagai pemangku kepentingan di bidang nutrisi dan pembangunan pedesaan yang berkelanjutan.
Menurut United Nations Partnership for Development Framework (UNPDF) 2011-2015, sejak 1998 Indonesia telah mengalami perubahan besar dalam bidang sosial, politik dan ekonomi. Negara telah mencapai kondisi politik dan makroekonomi yang stabil, membuat kemajuan penting menuju target Pencapaian Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals/MDG), dan telah mencapai status sebagai negara berpendapatan menengah (Middle Income Country). Namun, masih banyak tantangan besar yang dihadapi. Kesenjangan ekonomi dan sosial di daerah terus berlanjut, tingkat kemiskinan tinggi dan gizi buruk meluas di provinsi-provinsi terpencil. Cepatnya laju urbanisasi akan menyebabkan sekitar 65% penduduk hidup di daerah perkotaan dalam dekade berikutnya. Hal ini ditambah dengan perkiraan bahwa 65 juta orang Indonesia akan berumur antara 15 dan 24 pada tahun 2015, menyebabkan pemerintah menghadapi tantangan besar dalam menyediakan pendidikan, pelayanan kesehatan, jaminan sosial dan ekonomi serta lapangan pekerjaan untuk masyarakat muda perkotaan.
Nestlé percaya bahwa tantangan-tantangan tersebut tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah, lembaga swadaya masyarakat atau bisnis secara sendiri-sendiri. Diperlukan upaya-upaya terarah dan kemitraan di antara para pemangku kepentingan untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut dan membantu pembangunan di Indonesia.

Forum Menciptakan Manfaat Bersama kedua yang diselenggarakan oleh Nestlé Indonesia ini, menyediakan suatu kesempatan berwacana untuk berbagi pemikiran, pandangan dan gagasan tentang bagaimana sektor swasta dan pemerintah dapat menutup kesenjangan di antara kepentingan bisnis dan tujuan pembangunan. Panel diskusi yang dihadiri oleh perwakilan dari Nestlé, lembaga swadaya masyarakat, dan pemerintah Indonesia membahas peluang-peluang bagaimana cara memberikan manfaat yang berarti melalui kemitraan yang berkelanjutan dalam gizi dan pembangunan pedesaan.
Mark R. Kramer , pakar CSR terkemuka dunia dari Kennedy School of Government – Harvard University, menjelaskan bahwa saat ini, Penciptaan Manfaat Bersama dilihat sebagai model yang menantang bagi bisnis untuk memaksimalkan kegiatan utama dan kemitraan mereka demi kepentingan bersama masyarakat dan para pemegang saham. "Setiap perusahaan harus melihat keputusan dan peluang melalui lensa manfaat bersama. Hal tersebut mendorong adanya pendekatan baru yang menghasilkan inovasi dan pertumbuhan yang lebih besar bagi perusahaan serta manfaat yang lebih besar bagi masyarakat," jelas Mark R. Kramer. Lebih lanjut ia berkata, "Menciptakan Manfaat Bersama merupakan strategi bisnis yang terdepan – membuka kesempatan bagi bisnis untuk tumbuh dan berkembang guna mengatasi masalah sosial. Hal ini akan menyatukan bisnis, pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat dalam melakukan pendekatan bersama guna mencapai kemajuan sosial dan ekonomi. Sekarang adalah waktunya bagi Indonesia untuk memajukan daya saing globalnya dengan menggunakan pendekatan penciptaan manfaat bersama. Nestlé adalah salah satu perusahaan yang mengerti konsep ini dan telah menerapkannya secara signifikan sehingga menghasilkan manfaat sosial yang besar."

Para Panelis dalam bidang Nutrisi menekankan pentingnya kemitraan di antara para pemangku kepentingan untuk memberikan dampak yang signifikan dalam menghadapi tantangan-tantangan di bidang gizi di Indonesia. Frits van Dijk menjelaskan: "Program global Nestlé Healthy Kids adalah sebuah contoh bagaimana sebuah perusahaan seperti Nestlé dapat berkontribusi untuk turut mendidik anak-anak mengenai gizi dan kebersihan pribadi. Di Indonesia, program ini diluncurkan pada pertengahan 2010. Sampai saat ini, program Nestlé Healthy Kids telah menjangkau 31 sekolah dasar di 12 kota dengan melibatkan 8.000 siswa dan 400 guru."
Para Panelis dalam bidang Pembangunan Pedesaan Yang Berkelanjutan menyimpulkan bahwa kemitraan di bidang pertanian yang berkelanjutan dapat membantu masyarakat pedesaan keluar dari kemiskinan, membantu mereka mendapatkan akses ke pendidikan, layanan kesehatan, serta perbaikan kualitas hidup mereka. Arshad Chaudhry , Presiden Direktur PT Nestlé Indonesia, mengatakan: "Nestlé berkomitmen terhadap pembangunan pertanian yang berkelanjutan, khususnya di bidang persusuan, kopi dan kakao dengan menyediakan bantuan teknis dan keuangan. Di Indonesia, misalnya, kami bermitra dengan 33.000 peternak sapi perah dan 31 koperasi di Jawa Timur; dan dengan 10.000 petani kopi di Lampung."

Sumber :


Nama        : Ratna Mustikasari
NPM         : 15210669
Kelas        : 4EA11