Kemiskinan


Masalah kemiskinan kini semakin meningkat, bertambahnya populasi di DKI Jakarta terutama dipicu oleh urbanisasi yang disebakan karena kurangnya lahan pekerjaan di daerah pedesaan. Dalam hal ini pemerintah seharusnya dapat menciptakan lahan pekerjaan yang merata, tidak hanya di daerah perkotaan namun juga sampai ke daerah pedesaan. Adanya lahan pekerjaan yang tidak mencemari lingkungan dan ekosistem merupakan impian bagi setiap masyarakat, namun sepertinya impian yang telah lama kita dambakan ini belum dapat terpenuhi.

Di daerah perkotaan semakin banyak gedung – gedung pencakar langit, namun tetap tidak mencukupi kebutuhan akan pekerjaan bagi setiap lapisan masyarakat, dan justru semakin menambah masalah dengan mengurangi lahan perumahan yang seharusnya di tempati para warga. Mungkin hal tersebut tidak masalah bagi warga yang berkelas menengah ke atas, namun sebaliknya bagaimana dengan warga yang berkelas menengah ke bawah? Apakah pemerintah memperhitungkan bagaimana nasib mereka saat tempat tinggal mereka digarap untuk lahan perkantoran, sedangkan mereka sendiri tidak mempunyai cukup biaya untuk menghidupi kehidupan keluarganya sehari-hari.

Banyak orang yang mengatakan bahwa “sebenarnya lapangan pekerjaan di DKI Jakarta cukup banyak, tinggal bagaimana kita memanfaatkannya”, sayapun setuju dengan hal tersebut namun ada beberapa hal yang juga harus dipertimbangkan, salah satunya mengenai kualifikasi atau syarat yang diajukan perusahaan. Tingginya tingkat pendidikan terakhir merupakan salah satu syarat yang dapat membebankan warga yang kurang mampu, karena saat ini biaya untuk duduk di bangku sekolah tidaklah murah. Adanya bantuan dari pemerintah yang seharusnya dapat meringankan beban sekolah ternyata tidak berpengaruh secara efektif, karena masih banyak kecurangan yang dilakukan oleh beberapa pihak dalam penyaluran bantuan tersebut, atau bahkan terkadang dari pihak sekolah sendiri yang justru membuat keadaan para siswanya semakin sulit untuk bersekolah.

Ketidak seimbangan ekonomi di daerah ibu kota membuat para warga yang kurang mampu semakin terpuruk dalam kemiskinan. Kecilnya upah (gaji) pekerjaan tidak sesuai dengan kebutuhan ekonomi yang kian meningkat, sehingga pada akhirnya banyak orang terpaksa melakukan berbagai cara yang tidak halal hanya untuk mendapatkan uang, dan hal ini tentu semakin memicu tindak kriminalitas khususnya di DKI Jakarta.

Untuk mengatasi hal tersebut tidak hanya pemerintah, namun juga seluruh masyarakat harus berperan aktif dalam menanggulangi masalah kemiskinan, karena pada dasarnya yang membuat kita semakin terpuruk dalam kemiskinan adalah diri kita sendiri, jadi tinggal bagaimana cara kita berusaha untuk mengatasinya, dan bagaimana cara pemerintah terus memperjuangkan hak yang seadil – adilnya bagi para rakyat miskin.

Nama :Ratna Mustikasari
NPM  : 15210669
Kelas : 2EA11

Karakteristik Masyarakat Madani

Karakteristik Masyarakat Madani
Ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
5. Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim totaliter.
6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.
8. Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial.
9. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.
10. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat mengurangi kebebasannya.
11. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut.
12. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.
13. Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk umat manusia.
14. Berakhlak mulia.
Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian, masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted. Masyarakat madani adalah onsep yang cair yang dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus. Bila kita kaji, masyarakat di negara-negara maju yang sudah dapat dikatakan sebagai masyarakat madani, maka ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya democratic governance (pemerintahan demokratis) yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung nilai-nilai civil security; civil responsibility dan civil resilience).
Apabila diurai, dua kriteria tersebut menjadi tujuh prasyarat masyarakat madani sbb:
1. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.
2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (socail capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok.
3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata lain terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
4. Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga swadayauntuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan.
5. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.
6. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.
7. Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka dan terpercaya.
Tanpa prasyarat tesebut maka masyarakat madani hanya akan berhenti pada jargon. Masyarakat madani akan terjerumus pada masyarakat “sipilisme” yang sempit yang tidak ubahnya dengan faham militerisme yang anti demokrasi dan sering melanggar hak azasi manusia. Dengan kata lain, ada beberapa rambu-rambu yang perlu diwaspadai dalam proses mewujudkan masyarakat madani (lihat DuBois dan Milley, 1992).
Rambu-rambu tersebut dapat menjadi jebakan yang menggiring masyarakat menjadi sebuah entitas yang bertolak belakang dengan semangat negara-bangsa:
1. Sentralisme versus lokalisme. Masyarakat pada mulanya ingin mengganti prototipe pemerintahan yang sentralisme dengan desentralisme. Namun yang terjadi kemudian malah terjebak ke dalam faham lokalisme yang mengagungkan mitos-mitos kedaerahan tanpa memperhatikan prinsip nasionalisme, meritokrasi dan keadilan sosial.
2. Pluralisme versus rasisme. Pluralisme menunjuk pada saling penghormatan antara berbagai kelompok dalam masyarakat dan penghormatan kaum mayoritas terhadap minoritas dan sebaliknya, yang memungkinkan mereka mengekspresikan kebudayaan mereka tanpa prasangka dan permusuhan. Ketimbang berupaya untuk mengeliminasi karakter etnis, pluralisme budaya berjuang untuk memelihara integritas budaya. Pluralisme menghindari penyeragaman. Karena, seperti kata Kleden (2000:5), “…penyeragaman adalah kekerasan terhadap perbedaan, pemerkosaan terhadap bakat dan terhadap potensi manusia.”
Sebaliknya, rasisme merupakan sebuah ideologi yang membenarkan dominasi satu kelompok ras tertentu terhadap kelompok lainnya. Rasisme sering diberi legitimasi oleh suatu klaim bahwa suatu ras minoritas secara genetik dan budaya lebih inferior dari ras yang dominan. Diskriminasi ras memiliki tiga tingkatan: individual, organisasional, dan struktural. Pada tingkat individu, diskriminasi ras berwujud sikap dan perilaku prasangka. Pada tingkat organisasi, diskriminasi ras terlihat manakala kebijakan, aturan dan perundang-undangan hanya menguntungkan kelompok tertentu saja. Secara struktural, diskriminasi ras dapat dilacak manakala satu lembaga sosial memberikan pembatasan-pembatasan dan larangan-larangan terhadap lembaga lainnya.
3. Elitisme dan communalisme. Elitisme merujuk pada pemujaan yang berlebihan terhadap strata atau kelas sosial berdasarkan kekayaan, kekuasaan dan prestise. Seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kelas sosial tinggi kemudian dianggap berhak menentukan potensi-potensi orang lain dalam menjangkau sumber-sumber atau mencapai kesempatan-kesempatan yang ada dalam masyarakat.
Konsep Masyarakat Madani semula dimunculkan sebagai jawaban atas usulan untuk meletakkan peran agama ke dalam suatu masyarakat Multikultural. Multikultural merupakan produk dari proses demokratisasi di negeri ini yang sedang berlangsung terus menerus yang kemudian memunculkan ide pluralistik dan implikasinya kesetaraan hak individual. Perlu kita pahami, perbincangan seputar Masyarakat Madani sudah ada sejak tahun 1990-an, akan tetapi sampai saat ini, masyarakat Madani lebih diterjemahkan sebagai masyarakat sipil oleh beberapa pakar Sosiologi.

Nama :Ratna Mustikasari
NPM. :15210669
Kelas:2EA11
 

Pengertian Masyarakat Madani

Konsep “masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau pengislaman konsep “civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan istilah ini adalah Anwar Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia oleh Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society sebagai masyarakat madani merujuk pada konsep dan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun Nabi Muhammad. Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi historis ketidakbersalahan pembentukan civil society dalam masyarakat muslim modern.
Makna Civil Society “Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil society. Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan kata “societies civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civil society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (Larry Diamond, 2003: 278).
Antara Masyarakat Madani dan Civil Society sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk menerjemahkan konsep di luar menjadi “Islami”. Menilik dari subtansi civil society lalu membandingkannya dengan tatanan masyarakat Madinah yang dijadikan pembenaran atas pembentukan civil society di masyarakat Muslim modern akan ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara keduanya.
Perbedaan lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarif mendefinisikan masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii Maarif, 2004: 84).
Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk kepada Bahasa Inggris, ia berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi dari masyarakat militer. Menurut Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani sering digunakan untuk menjelaskan “the sphere of voluntary activity which takes place outside of government and the market.” Merujuk pada Bahmueller (1997).

 Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba’ ayat 15:
Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.
 
Anwar Ibrahim merumuskan masyarakat madani adalah suatu sistem sosial yang subur yang didasarkan pada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat, serta masyarakat mendorongan daya usaha dan inisiatif individu, baik dari segi pemikiran, seni, ekonomi, maupun taknologi. Sistem sosial yang subur dalam pelaksanaan pemerintahan mengikuti undang-undang, bukan nafsu atau keinginan individu, serta menjadi kecenderungan dan ketulusan satu sistemnya.Oleh karena itu konsep masyarakat madani mengacu pada model ideal kehidupan masyarakat madinah pada zaman Nabi Muhammad saw, yang berdasarkan pada suatu konstitusi yang bernama piagam Madinah, maka karekteristik masyarakat madani diukur dengan piagam madinah yang berjumlah 47 pasal. Berdasarkan konstitusi tersebut, dapat diketahui bahwa diantara karakteristik masyarakat madani yaitu:
a. Masyarakat majemuk(pluralistik) yang terdiri dari berbagai ikatan keluarga besar, suku, agama, yang tidak menentang ajaran Allah SWT. 
b. Semua anggota masyarakat yang mempunyai kedudukan yang sama, sehingga wajib saling menghormati dan bekerjasama, serta tidak ada dari mereka yang diperlakukan diskriminatif, bahkan orang yang lemah sekalipun harus dilindungi dan dibantu.
c. Adanya pengakuan dan perlindungan negara dalam menjamin kebebasan menjalankan ibadah kepada setiap pemeluk agama yang berbeda.
d. Adanya supermasi hukum; semua anggota masyarakat mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum.
e. Hukum adat dengan berpedoman pada kebenaran dan keadilan, tetap diberlakukan.
f. Adanya ketaatan setiap anggota masyarakat pada konstitusi. 
g. Semua warganegara mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap neagara, yaitu dalam mempertahankan negara dengan harta dan jiwa mereka, serta mengusir setiap agresor yang mengganggu stabilitas negara.  


Nama : Ratna Mustikasari
NPM : 15210669
Kelas: 2EA11